Bingung—
Kejadian perdana aku dicium oleh entitas. Baru tahu, makhluk lain bisa
mencium bibir manusia. Datang sebentar sembari meninggalkan jejak sun.
Seumur hidup, pertama kali menyaksikan makhluk dianggap fantasi oleh
sebagian orang, mengekspos diri depan makhluk dimensi 3. Benderang rupa
ia laksana candra bersama sorot mata mencolok di awal, setelah itu
beralih bersahabat.
Dia mungkin bukan entitas jahat nan licik sebagaimana cerita dari buku,
media wara-wara misteri pada kejayaan beberapa tahun silam. Tak ada
pikiran buruk mengenai ia, penampilan memikat terlihat bukan dari Dusun
dominan kebon pisang banyak sampah. Bukan makhluk rendahan, lebih
terlihat priayi. Sikap ia cukup sopan, kendatipun menghibahkan kecupan.
Senyampang entitas Desa usil menyaru, bagaimana figur orisinal ia? Jelek? Tidak yakin soal itu. Jujur saja. Sekiranya ia Elves sebenarnya, penampakan mendukung. Waktu tadi bertemu, penggambaran bangsa mereka mirip penceritaan teman Hikaru, pemelihara Elves
wanita. Aku akan menangkis anggapan kebanyakan menonton film fantasi
Hollywood semacam Lord of The Ring, andaikata kalian membuat praduga.
Demi Neptunus!
Seiring kedatangan dia, memori kembali terbuka sebelum peristiwa berlangsung.
Beberapa hari sebelumnya, tangan bagai diajak mencari info bangsa Alpen,
hingga tiba pada salah satu forum jual beli berbagai jenis entitas
pembantu manusia (katanya). Setelah masuk forum, keganjilan mulai
pegari. Mesin pencari stagnasi di tengah gambar Elves beserta fungsinya, terus ponsel mati. Kembali ku nyalakan, mencari forum. Sudah lenyap tak berbekas.
Harap-harap cemas oleh keadaan ponsel lama tidak sebagus Iphone seri 5 telah terbelah milikku.
Luka lama terbuka kembali, saat menangisi ponsel tergolong kelas atas ku
beli penuh perjuangan hasil menjadi peramal keliling, tak sengaja
membanting cuma karena emosi semata pada Ayah, Kemudian wafat selamanya.
Hal terbodoh dilakukan akhir tahun lalu, mudahnya membanting barang
mahal. Sedangkan, status masih fakir alias kere. Terlalu sok untuk
‘orang miskin’. Semua sudah terjadi. Mana tahu,Tuhan telah menyadarkan
supaya tak memikirkan pengganggu dan pembenci yang meneror. Dengan cara
itu, bisa lebih mendatangkan kebahagiaan.
Keanehan lain sebelum ponsel lama mati. Mulanya, mencari info tentang
keris Semar Mesem nan prominen membuat lawan jenis terpesona atau
penglaris usaha. Ku buka forum jual beli dan memesan tanpa pikir
panjang. Keberuntungan dalam keganjilan adalah, harga diskon 90 persen
dari aslinya. Barang sampai 3 hari pra-puasa Mutih.
Malam hari menjelang puasa, aku didatangi seorang perempuan bertubuh
gemuk berkebaya memperkenalkan diri sebagai dayang Ki Semar. Saat keris
tiba, baru paham maksud dan tujuan dayang melalui pesan dalam kartu
Tarot. Tugas pertama adalah, membantu mengembalikan keutuhan rumah
tangga keluarga si penjual keris. Kesabaran mengolah energi dan ilmu
kebatinan lebih sabar sambil menjalani puasa.
Usai puasa hari terakhir, dia datang bersama ciuman berbekas dari pagi
sampai menjelang siang. Terus terang, percaya tidak percaya pada makhluk
mitologi luar negeri, khususnya Eropa. Apalagi, sepuh Desa cuma paham
kearifan entitas lokal. Agak sangsi melihat situasi di sini, atau—
Tak ingin berpikiran aneh-aneh, cuma sedikit tidak percaya saja.
Jam menunjukkan pukul 12 siang, teringat perkataan ia,
“Nanti saja ku beritahu pada pertemuan selanjutnya. Sebaiknya kau tidur, selamat tinggal.”
Benarkah ia akan datang? Sungguh ingin memahami lebih akrab, menanyakan
maksud ia bertandang dan mencium birai. Ketidaksengajaan atau maksud
lain? Ku pergi dari kamar ke ruang tamu seraya melakukan mantra penyeru
dari sofa layaknya tadi. Mengucap penyungguhan sampai ada tanda hadir
ia. Sepersekian detik, tercium bau harum menenangkan dari arah pintu
belakang di dapur.
“Kayaknya itu dia,” Aku berseri, segera merapikan rambut supaya lebih
rapi. Wajah dia sudah melolok dari ruang makan. Busana ia konstan,
kostum fantasi. Soal tinggi badan, lebih dari ku kira. Boleh jadi
tebakan benar, semampai 2 meter perhitunganku di katil.
“Hai,” Ia menyungging senyum.
“Hai juga.”
“Aku mendengar panggilanmu. Ada perlu, Nona?” Langkah tebal sepatunya
nyaring menghampiri meja ruang tamu. Raksi tubuh dia semakin tercium.
Suhu ruang tamu mengalami perubahan menjadi sejuk, bukan pengaruh angin
masuk dari pintu atau jendela. Tidak ada angin dari tadi selain gerah
oleh tutupnya jendela dan pintu. Aku persilakan ia duduk. Tak banyak
bicara, ia langsung menempati tubuhnya di sebelahku.
“Santai saja,” Aku mengirap tangan.
“Baiklah,” kata dia mengangguk.
“Nah, begitu dong.” Cengirku.
“Nona tidak takut melihatku?” Pertanyaan tidak umum ku dengar dari sosok lelembut. Sikap ia agak kikuk.
“Siapa yang takut, kalau yang datang sekeren dirimu.” Aku tertawa kecil. Muka ia sedikit kesipuan merah muda.
“Nona ini!” Mimik ia tambah rikuh.
“Kenapa?”
“Bukan apa-apa. Cepat katakan, Nona memanggilku ada tujuan apa!?” Intonasi suara ia langguk.
“Jangan marah dulu, aku ingin mengenalmu lebih dekat. Paham?”
“Maafkan aku, Nona—“
“Nggak apa-apa, wajar kamu begitu.” ujarku tersenyum lebar.
“Ternyata ingin berkenalan. Maaf atas prasangka diriku padamu,” Ia menundukkan kepala.
“Sudah aku bilang, santai saja. Bisa dimulai sekarang perkenalannya?”
“Aku tidak keberatan,”
“Silakan bercerita untuk yang ingin kamu ceritakan.”
“Sungguh merasa terhormat, hamba dapat berkenalan dengan perempuan juwita seperti Anda.” kata ia tersenyum tipis.
“Ayolah, jangan kaku. Katakan saja namamu!” Ku tepuk bahunya.
“Maaf seribu maaf atas sikap hamba. Nama hamba, Norlorn,”
“Nama yang bagus dan sulit diucapkan. Hahaha...”
“Siapa nama Nona sendiri? Mohon maaf atas kelancangan hamba.”
“Kamu bisa panggil aku Giovani.”
“Giovani? Nama yang indah. Bagaimana ku panggil Nona, Gigi?”
“Hahaha... Kamu bisa saja. Boleh juga.” Aku mengangguk setuju.
“Terima kasih sudah menyetujui saran hamba.”
“Aku suka, terima kasih. Kalau kamu aku panggil Noey, suka?”
“Nama singkat yang nyaman didengar. Aku setuju.” jawab dia.
“Sebetulnya, aku memberi panggilan itu karena namamu sulit diucapkan.” Aku berkata jujur.
“Hahaha... Orang tuaku yang memberikannya, Nona.” Dia menjawab bersama cengir singkat.
“Dasar kamu!” Bibirku cemberut, gemas dengannya.
“Nona terlihat lebih manis kalau senyum.” ledek ia.
“Sok tahu,” bantahku.
“Aku memang tahu Nona adalah perempuan lajang, banyak dekat dengan
laki-laki tapi Tidak ada satupun ke pernikahan. Betul ‘kan?” tanya
Norlorn.
Rasa murka timbul. Kurang ajar makhluk ini! Awas saja dia! Akan ku cabik
ia seperti daging sapi mentah. Ku potong lalu dijadikan rendang.
“Kurang ajar!” Tangan melempar bantal sofa pada Norlorn. Bantal menembus
tubuh ia. Norlorn menjulur lidah seraya mengedip mata. Aku tahu dia
meledek. Sial! Seolah lupa ia bangsa makhluk halus, bukan manusia.
Norlorn memanfaatkan keadaan untuk meledek status asmara. Kemenangan
satu nol oleh dia, kau boleh menang kali ini. Tapi lihat nanti, ia tak
akan menang.
“Awas kamu!”
“Nona ingin melakukan apa?” Dia menggoda sembari merangkul pinggang.
Berlanjut salah satu tangannya menyentuh daguku. Perasaan jadi tak
karuan, jantung berdebar gara-gara Norlorn.
“Apa-apaan, kamu!?”
“Mengaku saja Nona, kau terpesona padaku.” tebak dia.
Sial! Aku kalah telak. Ku akui pesona dia mengalihkan pikiran
sesaat. Tapi ragu, dia hanya menggoda atau memang datang untuk membantu
menyelesaikan masalahku?
“Nggak!” Aku menyangkal.
Norlorn meringis, “Nona boleh bilang tidak, mata Nona bilang iya.”
Dia menyebalkan! Aku tak bisa mengelak kalau terpikat padanya setelah putus bulan Juli tahun lalu dengan pacarku, Natsume.
Namun, perasaan nyaman mulai ku rasakan saat bersama Norlorn hari ini, seperti tak ingin kehilangan dia.
“Nona baik-baik saja?”
Aku menggeleng.
Norlorn menyambung, “Memikirkan mantan pacar Nona?”
Dia mengetahui apa yang ku pikirkan. Tuhan, semoga Engkau tak salah
kirim makhluk ciptaan-Mu padaku. Ya, Norlorn memang keren dan rupawan,
tapi dia juga menyebalkan, super narsis dan resek. Belum sehari, dirinya
telah mencungkil rahasia tersembunyi.
“Kamu nggak suka!?”
“Maaf, tapi mantan pacar Nona adalah masa lalu. Hidup harus maju.” Norlorn berceloteh, lebih tepat menyayung.
“Apa urusanmu berkata itu?”
“You are My Destiny”
Tercengut mendengar jawaban Norlorn. Secepat itu? Aku takut dia hanya
singgah sebentar kemudian pergi saat menempatkan hati pada dia. Harus
tetap waspada, kejadian lampau menukas.
“Hn?”
“Jika Nona menyangka aku cuma singgah sebentar lalu pergi, kau salah—“
“Apa?”
“Aku datang menemui tujuanku, yaitu kau,”
Aku? Dari mana dasarnya? Dia bermain teka-teki. Akan ku ikuti permainan.
Sampai kapan bertahan? Siapa yang akan menang? Norlorn atau aku? Tunggu
Tuhan mengumumkan juaranya.
Diriku bergeming, bibir Norlorn tersenyum mendekati wajah. Sejemang, ia memiringkan wajahnya, kemudian—
Ciuman kembali mendarat di bibir. Lebih lama dari tadi pagi sampai aku...
Kecupan terasa menuntut untuk dinikmati bersama Norlorn dalam suasana
sepi ruang tamu. Bibir saling melekap setelah lama tak merasakan
manisnya.
Ternyata, aku tidak benar-benar sendiri. Masih ada sosok peduli walau
cengkedi. Tuhan rupanya sudah menggariskan sebuah tujuan pada makhluk
hidup untuk menglola sebaik-baiknya hidup.Seperti Norlorn, dia pasti
mempunyai garis takdir dan tujuan sendiri dari Tuhan. Mungkin dia benar,
salah satu tujuannya adalah aku.
Siapa yang tahu?
No comments:
Post a Comment